KFR 2020/download/button/red
Executive Summary
Pertumbuhan ekonomi Maluku Utara tahun 2020 mencapai 4,92 persen (y-o-y). Angka pertumbuhan tersebut turun sebesar 1,21 basis poin dari tahun sebelumnya, namun demikian masih lebih tinggi dari pertumbuhan nasional tahun 2020 yang justru mengalami kontraksi 2,07 persen.
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara ditopang Konsumsi, Investasi, Pengeluaran Pemerintah dan Net Ekspor. Kontributor tertinggi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Maluku Utara Tahun 2020 dari sisi permintaan ialah komponen investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto) sebesar Rp 23,79 triliun atau mencapai 56,45 persen dari total PDRB Maluku Utara. Nilai Incremental Capital Output Rasio (ICOR) Maluku Utara tahun 2020 sebesar 9,72. Ini mengindikasikan adanya inefisiensi dalam perekonomian karena investasi yang dilakukan sudah cukup besar tetapi belum dapat meningkatkan PDRB secara signifikan.
Dari sisi penawaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh oleh Industri Pengolahan sebesar 59,07 persen, tetapi distribusi PDRB dari industri ini baru mencapai 11,45 persen. Distribusi PDRB tertinggi tahun 2020 dari sisi penawaran masih terdapat pada lapangan usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebesar 21,13 persen dari total PDRB. PDRB per kapita Maluku Utara mencapai Rp32,85 juta, meningkat 3,87 persen dari tahun 2019. Data ini masih bersifat sementara dan didapatkan dari hasil pembagian PDRB Maluku Utara tahun 2020 dengan jumlah penduduk Maluku Utara (hasil sensus penduduk 2020). Penghitungan tingkat inflasi Maluku Utara pada tahun 2020 hanya diwakili kota Ternate sebagai satu-satunya kota inflasi di Maluku Utara menurut BPS Provinsi Maluku Utara. Tingkat inflasi (y-o-y) mencapai 2,13 persen dan masih di atas tingkat inflasi nasional sebesar 1,68 persen Kelompok pengeluaran yang memiliki andil cukup besar terhadap inflasi di Maluku Utara masih berada pada kelompok Bahan Makanan, minuman dan tembakau serta pada kelompok transportasi.
Capaian indeks pembangunan manusia (IPM) di Provinsi Maluku Utara pada tahun 2020 sebesar 68,49 atau menurun 0,21 poin dibanding tahun 2019. Namun, ketika disandingkan dengan data IPM Nasional, level IPM Maluku Utara masih berada di bawah standar IPM Nasional. Dari sisi perkembangan IPM kabupaten/kota, rata-rata Kabupaten dan Kota di Maluku Utara tergolong ke dalam kelompok sedang. Kota Ternate dengan IPM 79,82 dan Kota Tidore Kepulauan dengan IPM 70,53 tergolong kelompok Tinggi. Namun jika dibanding tahun 2019, sebagian besar Kabupaten dan Kota di Maluku Utara mengalami penurunan IPM.
Angka kemiskinan di Maluku Utara per September 2020 naik menjadi 6,97 persen dibanding periode sebelumnya di kisaran 6,78 persen. Kenaikan angka kemiskinan Maluku Utara pada tahun 2020 diindikasikan karena kenaikan angka pengangguran dan tren Nilai Tukar Petani (NTP) sepanjang tahun 2020 yang menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) mengalami peningkatan menjadi 1,090 pada September 2020 mengindikasikan bahwa semakin sulit untuk keluar dari garis kemiskinan karena rata-rata pengeluaran penduduk semakin jauh di bawah garis kemiskinan. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di perdesaan dan perkotaan juga tercatat meningkat pada September 2020 mengindikasikan bahwa ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin cenderung semakin lebar baik di kota maupun di desa.
Ketimpangan pendapatan (Gini Ratio) di Provinsi Maluku Utara berada pada tingkat ketimpangan rendah (0,29), di bawah rasio gini nasional sebesar 0,385. Program realisasi DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) sudah mampu menyentuh masyarakat desa dan kota sehingga memberikan andil Rasio Gini yang rendah di Maluku Utara.
Pada sektor ketenagakerjaan, terjadi peningkatan tingkat pengangguran terbuka pada 2020 tercatat sebesar 5,15 persen atau naik 0,3483 persen dibanding TPT Agustus 2019. Sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbanyak dari penduduk yang bekerja. Fenomena terjadinya kenaikan TPT Maluku Utara yang tidak inline dengan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh positif kemungkinan diindikasikan karena pertumbuhan ekonomi yang meningkat berorientasi pada padat modal.
Provinsi Maluku Utara pada tahun 2020 mendapatkan alokasi pendapatan negara sebesar Rp1.914 miliar. Alokasi ini menurun apabila dibandingkan dengan tahun 2019. Hal ini disebabkan karena adanya refocusing dan realokasi anggaran akibat Pandemi COVID-19. Sedangkan untuk belanja negara, Provinsi Maluku Utara tahun 2020 mendapatkan alokasi sebesar Rp14.547,01 miliar. Realisasi belanja pemerintah pusat tahun 2020 mencapai 98,71 persen atau lebih tinggi dari tahun 2019 sebesar 97,97 persen. Realisasi penerimaan perpajakan tahun 2020 sebesar Rp1,81 triliun, sedangkan realisasi PNBP tahun 2020 mencapai Rp183,65 miliar atau menurun dari tahun 2019 sebesar Rp204,45 miliar.
Berdasarkan hasil analisis ruang fiskal, ruang fiskal Provinsi Maluku Utara menunjukkan angka minus yang berarti ketersediaan ruang fiskal Provinsi Maluku Utara masih kurang. Selain itu, ketersediaan ruang tersebut dapat mengganggu solvabilitas fiskal untuk digunakan sebagai mandatory spending. Hal tersebut karena adanya belanja wajib yang sangat diperlukan untuk membiayai penanganan Pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Berdasarkan analisis rasio kemandirian daerah, rasio dana transfer lebih besar apabila dibandingkan dengan rasio PAD. Hal ini berarti bahwa tingkat ketergantungan Provinsi Maluku Utara terhadap pemerintah pusat dalam hal TKDD masih sangat tinggi.
Terkait Penerusan Pinjaman dan Kredit Program, saat ini tidak terdapat penerusan pinjaman kepada Pemda/Perusahaan Terbuka/BUMN/BUMD di Maluku Utara. Untuk kredit program, per tanggal 31 Desember 2020 penyaluran KUR di Maluku Utara mencapai Rp398,9 miliar meningkat dibanding penyaluran KUR tahun 2019 sebesar Rp269,52 miliar.
Kondisi cash flow Provinsi Maluku Utara tahun 2020 mengalami defisit anggaran. Defisit ini merupakan yang paling besar apabila dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya karena adanya Pandemi COVID-19 sehingga berdampak pada penerimaan negara yang turun akibat dari pembatasan sosial berskala besar. Disamping itu, Pandemi COVID-19 mengharuskan akselerasi penanganan sehingga menyebabkan belanja negara menjadi membengkak.
Dalam lingkup Provinsi Maluku Utara, terdapat 5 (lima) BLUD yang semuanya merupakan Rumah Sakit Umum Daerah. Kelima RSUD ini relatif baru dalam menjalankan bisnisnya berbentuk BLUD. RSUD Labuha dibentuk tahun 2015. RSUD Dr. H. Chasana Boesoerie dibentuk tahun 2017. RSUD Tobelo, RSUD Soasio Tidore dan RSUD Jailolo dibentuk tahun 2019. Selain lima RSUD tersebut, Kanwil DJPb Provinsi Maluku Utara juga mendorong 8 RSUD lainnya untuk segera menerapkan pola keuangan BLUD.
Realisasi pendapatan konsolidasian Tahun 2020 sebesar Rp 2,83 triliun, turun 23 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 3,70 triliun. Pada tahun 2020, angka pajak per kapita terhitung Rp 1,77 juta per jiwa atau mengalami penurunan sebesar Rp 492 ribu per jiwa dibandingkan tahun 2019. Rasio pajak terhadap jumlah penduduk pada tahun 2020 menurun dibanding periode sebelumnya karena menurunnya penerimaan pajak konsolidasian sebesar Rp 577,25 miliar. Penurunan ini juga dibarengi dengan peningkatan jumlah penduduk di tahun 2020 sehingga semakin memperkecil rasio pajak terhadap jumlah penduduk.
Dari sisi belanja, realisasi belanja konsolidasian mencapai Rp 15,28 triliun, turun 10 persen dibanding tahun sebelumnya yang terealisasi sebesar Rp 17.03 triliun. Penurunan tersebut terjadi baik pada komponen belanja pusat maupun belanja daerah. Penurunan ini disebabkan oleh antara lain pemberlakuan kebijakan pemerintah tentang refocusing anggaran dan menurunnya alokasi dana transer yang diperoleh Pemerintah Daerah di Maluku Utara.
Hanya Pemerintah daerah Provinsi Maluku Utara dan Kota Ternate yang telah mengalokasikan pagu anggaran untuk sektor pendidikan di atas 20 persen. Sebanyak 9 daerah telah mengalokasikan anggaran kesehatan di atas 10% dan hanya Provinsi Maluku Utara dan Kab. Pulau Taliabu yang memiliki alokasi di bawah 10%. Kota Tidore Kepulauan mempunyai persentase belanja infrastruktur daerah terhadap total alokasi tertinggi sebesar 30%.
Berdasarkan analisis Input-Output, Dynamic Location Quotient (DLQ), dan Analisis Shift- Share diketahui bahwa yang menjadi leading sector atau sektor unggulan dan tumbuh positif di Maluku Utara, yaitu sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan dan sektor transportasi dan pergudangan. Keempat sektor tersebut mempunyai nilai kontribusi yang cukup signifikan bagi PRDB Maluku Utara hingga mencapai 46,4 persen dari total PDRB tahun 2020. Selain dari sektor unggulan, pembahasan juga difokuskan pada sektor Industri pengolahan yang mengalami pertumbuhan sangat progresif dan mempunyai daya saing. Tidak hanya itu, pariwisata yang diproksikan melalui sektor akomodasi makan dan minum dan subsektor perikanan juga akan dikupas lebih dalam. Sektor pariwisata menarik untuk digali lebih lanjut ini mengingat kurangnya kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian regional.
Permasalahan dan tantangan perekonomian yang dihadapi oleh Maluku Utara antara lain meningkatnya pengangguran, meningkatnya inflasi, meningkatnya angka kemiskinan, dan menurunnya IPM. Terdapat juga tantangan fiskal yang muncul dan dihadapi oleh pemerintah pusat dan daerah. Untuk pemerintah pusat tantangannya ialah mewujudkan program Lumbung Ikan Nasional di Maluku Utara dan program Maluku Utara sebagai destinasi wisata unggulan. Sedangkan untuk pemerintah daerah tantangannya ialah meningkatkan kapasitas fiskal dan membangun Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan mampu berkompetisi di sektor-sektor unggulan Maluku Utara.
Selengkapnya, download KFR 2020 Maluku Utara:KFR 2020/download/button/red
0 Komentar