Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bergulir sejak Juli 2005. BOS merupakan salah satu upaya pemerintah mendukung program pendidikan nasional. Bantuan dimaksud berupa penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan. Dana BOS bersumber dari Dana Alokasi Khusus yang disalurkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Program ini ditujukan agar penyelenggaraan pendidikan di sekolah tidak menjadi beban murid ataupun orang tua dan wali. Selain itu, program ini juga ditujukan untuk meningkatkan aksesibilitas dan mutu pembelajaran bagi peserta didik. (Permendagri 24 tahun 2020).
Tujuan dan fungsi dana BOS
sangat mulia dan bagus. Namun dalam pelaksanaannya terdapat kesulitan yang
harus ditempuh pengelola dana BOS di sekolah. Dari perencanaan hingga
pelaporannya. Apalagi karena keterbatasan personil administrasi, gurupun dipaksa
mempertanggungjawabkan dana BOS dengan pelaporan yang beragam. Harus susah
payah memahami dan mengerjakan pelaporan di samping tugasnya sebagai pendidik. Joko Widodo, Presiden RI, pada September 2016
menyatakan, mungkin 60-70% birokrasi kita ini setiap hari ngurusnya ngurus SPJ.
Sudah 4 tahun berlalu, apakah hal tersebut disambut dengan baik oleh
pelaksanaan dana BOS?
Kerumitan Pengelolaan Dana BOS
Pada Permendagri terbaru
mengenai dana BOS (No. 24/ 2020), Sekolah penerima dana BOS harus melakukan
beberapa hal. Pertama, dari sisi perencanaan, yaitu penyusunan Rencana Kegiatan
dan Anggaran Sekolah (RKAS). RKAS memuat: satu, penerimaan dan belanja yang
disusun berdasarkan klasifikasi, kodefikasi, dan nomenklatur dalam APBD. Dari
RKAS masing-masing sekolah ini akan dikompilasikan oleh dinas yang menangani
bidang pendidikan (Disdik) untuk digabungkan dengan dan menjadi Rencana Kerja
Anggaran (RKA) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Hal ini memudahkan pada
saat kompilasi dan penggabungan pada SKPD. Namun disisi lain, sekolah hanya
merupakan Unit Pelaksana Teknis dan bukan SKPD yang harus terlibat dalam
penyusunan APBD. Dua, RKAS juga memuat komponen penggunaan dana BOS dalam
program dan kegiatan pada Standar Nasional Pendidikan (SNP). Poin ini akan
mempermudah penilaian dan evaluasi penggunaan dana BOS terhadap SNP oleh
kemendikbud. Tiga, RKAS memuat standar satuan harga yang berlaku di wilayah
provinsi atau kabupaten/kota sesuai peraturan gubernur/bupati/walikota. Poin
ini untuk memastikan standar harga yang digunakan dalam penggunaan dana BOS. Empat, RKAS memuat rencana penarikan dana BOS
pada setiap tahapannya. Nilai ini disesuaikan dengan jadwal tahapan penyaluran
dana BOS berdasarkan pada ketentuan mengenai pengelolaan DAK yang ditetapkan
oleh Kementerian Keuangan. Poin ini menggambarkan perencanaan kas yang akan
digunakan pada setiap tahapnya. Juga membantu pemda dalam memperkirakan
realisasi belanja tiap periodenya.
Dari sisi perencanaan saja,
sekolah harus mengikuti dan memahami 4 peraturan. Dari mulai kodefikasi APBD,
kodefikasi SNP, standar harga, dan tahapan penyaluran dana BOS. Jika terdapat
kesalahan dalam mengikuti peraturan-peraturan tersebut, akan mengakibatkan
setidaknya re-work atas RKAS yang disusun.
Penyederhanaan perencanaan
Dapat dilakukan dengan
mengembalikan tugas Sekolah hanya merencanakan kebutuhan operasional sekolah. Untuk
kodifikasi APBD, SNP, standar harga, maupun tahapan penyaluran, dilakukan oleh
lainnya, yaitu dengan: pertama,
sekolah hanya menggunakan satu kodefikasi, yaitu SNP. Kodefikasi APBD dilakukan
dengan mapping antara kodifikasi SNP dengan kodifikasi APBD yang
dilakukan oleh SKPD Disdik. Kedua, sekolah
hanya berkonsentrasi kepada nilai wajar barang/jasa yang dibutuhkan di
wilayahnya. SKPD Disdik memverifikasi nilai harga yang dicantumkan dengan
standar harga. Ketiga, sekolah cukup
merencanakan kapan barang/jasa operasional dibutuhkan. Tahapan penyaluran diverifikasi
oleh pihak Kemendikbud sebagai pihak yang menetapkan tahap penyaluran.
Penyederhanaan Pelaporan Dana BOS
Mulai Tahun 2020 sekolah
menerima dana langsung dari rekening negara. Skema baru ini diharapkan
mempercepat dana sampai rekening sekolah sehingga dapat langsung digunakan.
Karena tidak melewati Rekening Daerah, sekolah melaporkan penerimaan dana BOS kepada
Bendahara Umum Daerah (BUD). Disisi lain, BUD juga menerima informasi
penyaluran dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) sebagai penyalur
dana BOS. Fungsi cross check berjalan pada proses ini, dimana laporan penerimaan
dari sekolah akan diverifikasi dengan informasi penyaluran dari KPPN.
Penyederhanaan dapat
dilakukan dengan mempercayakan informasi penyaluran pada KPPN saja, karena sistem
penyaluran menggunakan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) yang telah
terkoneksi langsung dengan pihak perbankan, sehingga status penyampaian dana
kepada rekening dapat diketahui oleh KPPN. Sehingga dana yang disalurkan hampir
dipastikan diterima oleh rekening sekolah dimaksud.
Selanjutnya pada sisi
pelaksanaan akan terkait erat dengan pelaporan. Jadi mari meloncat langsung
pada sisi pelaporan. Pelaporan dana BOS tidak jauh berbeda dengan teknik bookkeeping.
Ya, hanya bookkeeping dimana terdapat buku kas umum dan buku pembantu kas.
Buku pembantu kas terdiri dari buku pembantu kas, buku pembantu bank, buku
pembantu pajak, dan buku pembantu rincian obyek belanja. Lho kok jadi banyak?
ya begitulah, setidaknya ada 5 buku yang harus dipelihara atas pelaksanaan dana
BOS di sekolah. Ditambah, apabila terdapat dana selain dana BOS, harus dicatat
terpisah dari 5 buku ini. Amazing bukan untuk melakukan pencatatan atas
operasional sekolah?
Selanjutnya, setiap akhir
bulan dilakukan penutupan terhadap kelima buku oleh bendahara dan penanggung jawab
dana BOS disertai bukti belanja yang sah dan lengkap. Setelah ditutup, disusun
laporan realisasi penerimaan dan belanja dana BOS untuk disampaikan kepada SKPD
Disdik setiap bulan. Total ada 6 laporan. Atas laporan bulanan, disusun laporan
semesteran dan laporan per tahap. Laporan semesteran disampaikan kepada SKPD Disdik
untuk disahkan sebagai realisasi belanja. Laporan pertahap disampaikan kepada Kemendikbud
sebagai bahan evaluasi dan penilaian penyaluran berikutnya. Jadi, laporan yang
disusun 6+2 atau 8 laporan yang harus di generate atas BOS di sekolah.
Penyederhanaan dapat
dilakukan dengan mengembalikan kepada sisi perencanaan sebelumnya. Selain
menghubungkan sisi perencanaan, juga turut menyederhanakan 8 laporan yang harus
di maintain. Yaitu dengan menghubungkan perencanaan dengan realisasi
yang terjadi, namun harus disertai dengan informasi perpajakan sebagai
pelengkap. Dan tidak memisahkan bookkeeping dana BOS oleh bendahara
sekolah dengan dana-dana lainnya yang ada. Bookkeeping ini merupakan
operasional sekolah secara umum dan tidak secara khusus untuk dana BOS, serta
tidak dilaporkan, hanya sebagai pembanding dan pelacak transaksi.
Nampak
mudah, nampak indah, namun ternyata banyak juga yang harus dipikirkan oleh
sekolah hanya untuk dana BOS di samping tupoksinya mencerdaskan kehidupan
bangsa. Dengan penyederhanaan di sisi perencanaan dan pelaporan, sekolah dapat
lebih fokus pada pelaksanaan program BOS. Penyederhanaan ini memerlukan upaya
dan kerjasama beberapa pihak untuk semakin mempermudah administrasi dana BOS.
Pemerintah Daerah, Kemendikbud, Kemendagri, dan Kemenkeu perlu segera duduk
bersama dalam mewujudkan penyederhanaan ini. Akan lebih memungkinkan dan
mempermudah lagi dengan sebuah (hanya satu) sistem aplikasi terintegrasi yang
mewujudkan ide penyederhanaan di atas. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa
fleksibilitas selalu berbanding terbalik dengan akuntabilitas. Dana BOS masih
perlu ramuan yang tepat untuk efektifitas.
Oleh Dicky Zahkria Iman
Kepala Seksi Pembinaan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah
Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Maluku Utara
(Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan
organisasasi)
(Tulisan ini sudah diterbitkan di MalutPost tanggal 18 November 2020)
0 Komentar